Gambar. voi.id |
HIRANKA.COM - Ni Komang Puspita seorang calon anggota legislatif (caleg) di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polresta Mataram yang merupakan bagian dari sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu).
Tindakan
yang dilakukannya dinilai melanggar proses kampanye karena ia membagikan beras
yang menyertakan foto dirinya sebagai calon anggota legislatif dari Partai
Perindo.
Aksi
tersebut menuai kontroversi dan dituduh sebagai bentuk pelanggaran aturan
kampanye yang mengatur tentang distribusi materi kampanye.
Dalam
kasus ini, penyelenggara pemilihan menganggap tindakan tersebut sebagai
penyalahgunaan kekuasaan dan pemanfaatan bantuan sosial untuk kepentingan
politik individu.
Langkah
penegakan hukum terhadap Ni Komang Puspita menegaskan pentingnya menjaga
integritas dan transparansi dalam proses politik, serta menegakkan aturan
kampanye yang berlaku untuk memastikan keadilan dan kesetaraan dalam konteks
demokrasi.
Setelah
menjalani proses pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut Kasatreskrim
Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama, menyampaikan bahwa mereka
telah menetapkan Ni Komang Puspita sebagai tersangka.
Pernyataan
ini mengindikasikan bahwa terdapat bukti atau informasi yang memadai untuk
melanjutkan proses hukum terhadap caleg tersebut.
Langkah
menetapkan seseorang sebagai tersangka biasanya diambil setelah melibatkan
proses analisis bukti-bukti yang terkumpul dan pemeriksaan saksi-saksi terkait.
Pada
Senin (29/1/2024), Kompol I Made Yogi Purusa Utama juga mengungkapkan bahwa
berkas perkara terkait kasus tersebut telah dikirimkan ke kejaksaan untuk
diteliti lebih lanjut.
Tindakan
ini menunjukkan bahwa pihak kepolisian mengambil langkah serius dalam menangani
kasus tersebut dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Kejaksaan
akan menilai kecukupan bukti serta kesesuaian langkah hukum yang diambil oleh
polisi sejauh ini.
Penyelidikan
oleh kejaksaan menjadi langkah selanjutnya dalam proses hukum, dan hasilnya
akan memengaruhi kelanjutan kasus ini serta kemungkinan adanya tindakan hukum
lebih lanjut terhadap Ni Komang Puspita.
"Jika
berkasnya dinyatakan lengkap, kita langsung lakukan penyerahan tersangka dan
barang bukti ke jaksa (tahap II). Selanjutnya, jaksa yang akan menangani,"
ungkap Kompol I Made Yogi Purusa Utama.
Pernyataan
ini menegaskan proses selanjutnya setelah tahap penangkapan dan penetapan
tersangka, yaitu penyerahan berkas kepada kejaksaan.
Langkah
ini merupakan bagian penting dari sistem peradilan pidana yang melibatkan
keterlibatan kejaksaan sebagai pihak yang akan melanjutkan proses hukum.
Ni
Komang Puspita dijerat dengan Pasal 523 ayat 1 jo Pasal 280 ayat 1 huruf J
Undang-Undang Tindak Pidana Pemilu tahun 2017, yang mengatur mengenai
pelanggaran dalam konteks pemilihan umum.
Ancaman
hukuman yang dihadapi adalah 1 tahun penjara, menunjukkan seriusnya pelanggaran
yang dituduhkan.
Pasal-pasal
tersebut memiliki hubungan erat dengan aturan kampanye dan penggunaan materi
kampanye yang harus sesuai dengan ketentuan hukum.
Sebelumnya,
Sentra Gakkumdu telah meneruskan penanganan pelanggaran dugaan tindak pidana
Pemilu (Tipilu) oleh Ni Komang Puspita dengan Nomor Register 001/Reg/LP/PL/Kota
- Mataram/18.01/XII/2023 ke tahapan penyidikan pada Jumat (12/1/2024).
Pihak
Sentra Gakkumdu telah melibatkan berbagai aspek penegakan hukum dan menyelidiki
secara menyeluruh untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Dengan
demikian, penetapan Ni Komang Puspita sebagai tersangka dan pengiriman berkas
ke kejaksaan merupakan tahap kritis dalam upaya penegakan hukum terhadap dugaan
pelanggaran tersebut.
Ketua
Bawaslu Kota Mataram Muhammad Yusril, memberikan penjelasan terkait awal mula
kasus ini yang berawal dari laporan masyarakat.
Masyarakat
melaporkan bahwa Ni Komang Puspita terlibat dalam pembagian beras yang disertai
dengan foto dirinya sebagai peserta Pemilu 2024.
Laporan
ini menyoroti dugaan pelanggaran aturan kampanye, di mana distribusi bantuan
sosial seperti beras dimanfaatkan untuk kepentingan politik personal.
Pada
laporan tersebut, terungkap bahwa Ni Komang Puspita tidak hanya membagikan
beras, tetapi juga melakukan unggahan foto dan status yang secara eksplisit
mengarahkan penerima paket beras untuk memilihnya sebagai calon anggota
legislatif.
Tindakan
ini menimbulkan perdebatan etika dan legalitas dalam konteks pemilihan umum,
karena menggunakan bantuan sosial sebagai alat kampanye dapat dianggap sebagai
bentuk penyalahgunaan kekuasaan serta melanggar prinsip kesetaraan dan keadilan
dalam proses demokrasi.
Bawaslu
sebagai lembaga pengawas pemilihan memainkan peran kunci dalam menindaklanjuti
laporan masyarakat dan menjaga integritas pemilihan umum.
Pihak
Bawaslu akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan apakah
perbuatan Ni Komang Puspita tersebut benar-benar melanggar aturan kampanye dan
memerlukan tindakan penegakan hukum.
Langkah ini menunjukkan komitmen lembaga pengawas untuk menjamin proses pemilihan umum yang bersih, adil, dan transparan.