HIRANKA.COM - Senjata
nuklir telah menjadi topik kontroversial dalam dunia geopolitik dan keamanan
internasional.Gambar. kompas.com
Di
antara jenis senjata nuklir yang paling dikenal adalah bom hidrogen dan bom
atom. Kedua jenis senjata ini memiliki kekuatan yang menghancurkan dan dampak
yang mengerikan jika digunakan dalam konflik.
Namun,
meskipun sering kali disebut sebagai bom nuklir, keduanya memiliki perbedaan
signifikan dalam cara kerja, kekuatan ledak, dan potensi dampaknya.
Bom Atom
Bom
atom, juga dikenal sebagai bom fisi atau bom nuklir fisi, beroperasi
berdasarkan reaksi fisi nuklir, yaitu pemisahan inti atom berat seperti uranium
atau plutonium menjadi inti atom yang lebih ringan.
Proses
ini memerlukan reaksi berantai yang sangat cepat dan melepaskan energi besar
dalam bentuk panas dan radiasi.
Untuk
menyebabkan ledakan bom atom, dua bagian bahan fisil harus disatukan dengan
kecepatan yang cukup untuk mencapai massa kritis, yaitu titik di mana reaksi
berantai berlangsung secara berkelanjutan dan ledakan terjadi.
Untuk
mencapai kondisi ini, bom atom menggunakan mekanisme ledakan konvensional
seperti bahan peledak konvensional seperti TNT, yang disebut 'penembus
pengumpan', untuk memampatkan dan menyatukan bahan fisil.
Dalam
sekejap, reaksi fisi terjadi, dan ledakan bom atom melepaskan energi besar
dalam bentuk ledakan, gelombang panas, dan radiasi.
Kekuatan
ledakan bom atom dapat bervariasi, tergantung pada ukuran dan jenis bahan fisil
yang digunakan.
Sebagai
contoh, ledakan bom atom di Hiroshima pada tahun 1945, yang menggunakan
uranium-235, memiliki kekuatan sekitar 15 kiloton (kt), setara dengan ledakan
15.000 ton TNT.
Meskipun
sangat destruktif, bom atom umumnya dianggap sebagai senjata nuklir 'rendah'
karena ledakannya terbatas pada jumlah energi yang dilepaskan oleh reaksi fisi
atom.
Bom Hidrogen
Bom
hidrogen, juga dikenal sebagai bom fusi atau bom nuklir fusi, berbeda dari bom
atom dalam cara kerjanya dan potensi kekuatan ledaknya.
Bom
hidrogen didasarkan pada reaksi fusi nuklir, di mana inti atom yang ringan
seperti isotop deuterium dan tritium bergabung menjadi inti atom yang lebih
berat, melepaskan energi raksasa dalam prosesnya.
Bom
hidrogen jauh lebih kompleks dan sulit untuk dibuat daripada bom atom. Ini
memerlukan "trigger" bom atom sebagai tahap awal ledakan untuk
menciptakan kondisi dan tekanan yang diperlukan untuk memulai reaksi fusi.
Ketika
bom atom memicu reaksi fusi, sejumlah besar energi dilepaskan dan ledakan bom
hidrogen berlangsung.
Kekuatan
ledakan bom hidrogen jauh lebih besar daripada bom atom. Sebagai perbandingan,
ledakan bom hidrogen yang dilakukan oleh Amerika Serikat di Eniwetok Atoll pada
tahun 1952, dikenal sebagai "Ivy Mike".
Ivy
Mike memiliki kekuatan sekitar 10.4 megaton (Mt), setara dengan 10,4 juta ton
TNT. Artinya, bom hidrogen dapat memiliki kekuatan ribuan kali lebih besar
daripada bom atom.
Dampak dan Potensi Bahaya
Kedua
jenis senjata nuklir ini memiliki potensi bahaya besar bagi kemanusiaan dan
lingkungan.
Selain
dampak fisik dari ledakan, senjata nuklir juga menghasilkan radiasi ionisasi
yang mematikan yang dapat menyebabkan kanker, cacat genetik, dan masalah
kesehatan lainnya bagi manusia yang selamat dari ledakan awal.
Dalam
beberapa dekade terakhir, komunitas internasional telah berupaya untuk
mengendalikan penyebaran senjata nuklir melalui berbagai perjanjian dan
inisiatif non-proliferasi.
Namun,
banyak negara masih mempertahankan stok senjata nuklir, dan ancaman penggunaan
senjata nuklir tetap menjadi isu yang mendalam dan kompleks dalam dunia politik
dan diplomasi global.
Bom
hidrogen dan bom atom adalah dua jenis senjata nuklir yang berbeda dalam cara
kerja dan kekuatan ledaknya.
Bom
atom beroperasi berdasarkan reaksi fisi nuklir dan umumnya memiliki kekuatan
ledakan yang lebih rendah daripada bom hidrogen, yang beroperasi berdasarkan
reaksi fusi nuklir dan memiliki potensi kekuatan ledakan yang jauh lebih besar.
Kedua
jenis senjata ini menghadirkan ancaman yang serius bagi kemanusiaan, dan upaya
global untuk mengendalikan penyebaran senjata nuklir terus menjadi prioritas
dalam usaha mencapai dunia yang lebih aman dan stabil.
Penulis
- Nabila Dwi Ariati