Gambar. kumbanews.com |
Di dalam kuil-kuil ini banyak ditemukan patung-patung kecil, arca-arca atau lukisan-lukisan yang tergantung dan menghiasi berbagai sudutnya, terbuat dari perak, perunggu bahkan emas. Kuil ini ternyata merupakan tempat ibadah bagi pemeluk agama Jain.
Agama Jain, Jaina, Jainadharma atau Jainisme merupakan salah satu paham kepercayaan yang dipeluk oleh sekitar 8 juta orang di seluruh dunia, namun hampir seluruh pemeluk agama ini berada di India.
Secara bahasa, Jaina sendiri berarti agama penaklukan. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa salah satu titik fokus dari ajaran ini adalah untuk membantu
manusia menaklukkan kemauan-kemauan nafsu atau syahwat dalam kehidupan
kesehariannya.
Jainisme sendiri lebih tua daripada agama Buddha. Disebut bahwa kepercayaan ini mulai luas tersebar sejak lebih dari 2500 tahun yang lalu.
Namun keduanya memiliki suatu kesamaan yang mirip, yaitu dua agama dharma ini lahir sebagai respon dan reaksi dari perkembangan agama Hindu yang sudah lebih dulu ada dan melekat dalam hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat pada masa itu.
Pokok kepercayaan Jainisme sendiri muncul dibawa oleh seorang tokoh yang kharismatik dan diberi julukan Mahawira.
Mahawira: Sang Pahlawan Besar
Lahir di wilayah India bagian timur laut, Mahawira secara tidak langsung memiliki berbagai kesamaan dengan pemimpin besar umat Buddha, Sidharta Gautama.
Mahawira yang lahir satu generasi sebelum Buddha
itu juga merupakan seorang putra dari pemimpin sebuah kerajaan, tumbuh dalam
lingkungan istana yang mewah, kemudian pada suatu masa menanggalkan kemewahan
itu dan memutuskan untuk memulai hidup baru dengan misi mencari kebenaran
paripurna serta mencapai puncak spiritualitas.
Mahawira yang pada masa kecilnya bernama
Wardhamana saat menginjak usia 30 tahun lalu memutuskan untuk pergi dari istana
untuk mencari kebenaran. Ia kemudian berhasil mencapai titik ‘kemahatahuan’
atau dalam istilah Jainisme ‘Kevala Jnana’ saat bermeditasi di sebuah pohon
bernama Sala di wilayah Jrimbhikagrama di tepi sebuah sungai.
Setelah mencapai titik Kevala Jnana itu, Mahawira kemudian mengajarkan apa yang diketahuinya kepada sebelas murid pertamanya yang disebut sebagai Ganadhara. Sejak saat itulah kemudian ajaran Jainisme menyebar dan bertahan selama beribu-ribu tahun setelahnya.
Agama, Ahimsa dan Sutta
Dalam ajaran Jainisme pula, dikenal beberapa
istilah seperti Agama, Ahimsa dan Sutta. ‘Agama’ dalam Jainisme tidak seperti
‘agama’ dalam Bahasa Indonesia. Dalam kepercayaan ini yang disebut sebagai
Agama mereka adalah semacam pemahaman atas kitab suci yang berisi
doktrin-doktrin kepercayaan mereka dan diwariskan secara turun-menurun hingga
sekarang. Adapun teks-teks yang disebut sebagai kitab suci itu disebut sebagai
‘Sutta’.
Di dalam kepercayaan Jainisme sendiri, ada beberapa prinsip-prinsip utama yang mereka pelihara dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah ‘Ahimsa’. Ahimsa merupakan tindakan yang dapat merugikan dan mengganggu kehidupan makhluk lainnya. Contoh mudahnya adalah membunuh hewan, menebang tumbuhan dan lain sebagainya.
Meskipun memang sangat susah secara akal untuk menjalankan konsep semacam ini, namun pemeluk Jainisme diharuskan untuk berusaha menjauhi hal tersebut atau meminimalisirnya.
Apakah Jainisme Tidak Mengenal Tuhan?
Jainisme sering diidentikkan sebagai sebuah
ajaran ateistik atau ajaran yang tidak memiliki konsep ketuhanan, paling tidak
semacam konsep ketuhanan yang dikenal dalam agama-agama besar seperti Islam,
Kristen atau Yahudi. Meskipun mengenal konsep dewa, Mahavira sendiri menyebut
bahwa dewa adalah makhluk yang telah mencapai semacam derajat ilahi dengan
perbuatannya.
Dalam ajaran Jainisme, meditasi adalah sebuah
ritual yang cukup penting terutama saat dilakukan dengan postur ‘tithankara’.
Jain juga memiliki beberapa teks yang dianggap kitab suci, namun yang paling
penting di antaranya adalah ‘Kalpa Sutra’.
Penulis_Muhammad Hayyi
Klaim DANA kaget klik disini