Gambar. freepik.com |
Sejak masa dahulu, buku menjadi alat transfer ilmu pengetahuan yang sangat efektif. Melalui buku, kita dapat mengetahui hasil pikiran dan cara berpikir tokoh-tokoh besar.
Dengan buku, kita dapat mengenal kebiasaan dan suasana suatu tempat dan bangsa yang jauh dari tempat kita tinggal.
Namun siapa sangka, buku juga terkadang dianggap berbahaya dan mengancam. Pemikiran seorang penulis dalam sebuah buku bisa menggerakkan orang lain dan dapat mempengaruhi massa.
Inilah yang membuat
beberapa kekuasaan melakukan sensor atau pelarangan atas beredarnya suatu buku,
dan sayangnya hal ini pernah terjadi pula di Indonesia.
Sebelum era reformasi, kebebasan berpendapat
tidaklah seluas seperti yang kita nikmati sekarang ini. Pemerintah melakukan
sensor dan kontrol atas peredaran media massa, media elektronik dan termasuk
pula buku.
Ini adalah beberapa judul buku yang pernah
dilarang peredarannya di Indonesia:
1.
Demokrasi Kita (Mohammad Hatta)
Mohammad Hatta adalah tokoh besar Republik Indonesia dan adalah salah seorang dari proklamator kemerdekaan kita.
Mohammad Hatta yang sempat menjabat sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia itu, memang diketahui kemudian bersimpang jalan pemikiran dengan
partner dwi-tunggalnya: Soekarno.
Hatta yang tidak setuju dengan langkah-langkah yang diambil oleh Soekarno dalam menjalankan pemerintahan lalu mengundurkan diri dari jabatannya.
Buah-buah pemikiran Hatta dan kritiknya atas pemerintah lalu dituangkan dalam buku-buku yang ditulisnya. Salah satu bukunya, Demokrasi Kita bahkan dilarang peredarannya pada tahun 1960 akibat dianggap menyebut pemerintahan Soekarno otoriter.
2.
Buku-buku Karya Tulis Pramoedya
Pramoedya Ananta Toer, atau biasa juga disebut Pram, adalah seorang penulis kawakan yang malang melintang dan produktif terutama di masa Orde Lama. Pramoedya menulis berbagai buku yang umumnya berisi fenomena sosial dan situasi kehidupan masyarakat saat itu.
Pram memang berideologi agak ‘kiri’ sehingga menjadi musuh pemerintah terutama setelah kejadian G30S/PKI. Buku-buku Pram seperti tetralogi Buru: Bumi Manusia, Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa, dan Rumah Kaca; serta puluhan lainnya seperti Perburuan, Ditepi Kali Bekasi dan lain sebagainya dicekal dan dilarang beredar pada masa Orde Baru.
Mirisnya, karya-karya itu banyak dijadikan sumber rujukan dan pembelajaran di berbagai kampus luar negeri seperti Queen Mary University di Inggris.
3.
Di Bawah Lentera Merah, Soe Hok
Gie
Buku yang menceritakan tentang napak tilas bangkitnya perkumpulan dan pergerakan di masa awal perjuangan kemerdekaan nasional pada sekitar tahun 1917 hingga 1920 ini terbit pada masa yang cukup krusial,
yaitu ketika mulai muncul kembali gagasan-gagasan
kebangsaan yang baru berkembang dan terwadahi dalam organisasi-organisasi yang
baru tumbuh.
Buku ini kemudian dicekal pada tahun 1991 lewat keputusan Mahkamah Agung. Meskipun begitu, buku ini tetap menjadi bahan bacaan yang digemari dan beredar luas di kalangan mahasiswa dan kelompok-kelompok pergerakan.
4.
Amerika Serikat dan Penggulingan
Soekarno 1965-1967
Buku ini merupakan buah
tangan dari penulis Peter Dale Scott yang membahas tentang teori bahwa rentetan
kejadian yang mengakhiri status Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia
tidak lepas dari campur tangan Amerika Serikat.
Ia menyebut bahwa peristiwa-peristiwa berdarah pada masa itu merupakan bentuk kerjasama rahasia antara beberapa pihak dalam militer Indonesia dengan intelijen AS, serta negara-negara lainnya seperti Jepang, Jerman bahkan Inggris.
Dale-pun dengan
sendirinya mengakui bahwa hal ini adalah sebuah konspirasi yang kompleks. Buku
yang cukup membahayakan tegaknya Orde Baru ini lalu dilarang pada tahun 1990
melalui keputusan MA.
Penulis_Muhammad Hayyi