Gambar. liputan6.com |
Meskipun sudah
terjadi kesepakatan politik berupa koalisi-koalisi yang sudah terbentuk sejak
cukup lama, namun koalisi-koalisi tersebut kemudian berkembang dan bahkan sudah
ada yang tampak mulai membubarkan diri.
Belakangan ini, Koalisi Indonesia Bersatu yang sebelumnya dibentuk oleh Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) santer dinyatakan bubar akibat manuver yang dilakukan oleh partai-partai tersebut.
PPP sudah resmi mengumumkan dukungannya
kepada Ganjar Pranowo yang merupakan calon presiden dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP). Adapun Golkar sendiri belakangan tampak sangat
mesra dengan Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari Koalisi
Kebangkitan Indonesia Raya.
Meskipun begitu, para elit partai-partai
politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu sendiri menolak untuk
disebut ‘bubar’. Mereka menyebut pendekatan yang dilakukan ke koalisi-koalisi
lain tersebut adalah dinamika politik yang wajar menjelang pemilu.
Koalisi lain yang disebut terancam bubar jalan
adalah Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Hal tersebut disebabkan Anies
Baswedan selaku calon presiden yang diusung oleh Partai Nasdem, Partai Keadilan
Sosial dan Partai Demokrat tersebut sampai saat ini belum menentukan cawapres
pendampingnya.
Suara sumbang paling santer seringkali muncul dari internal Pantai Demokrat. Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, dianggap sudah sangat layak untuk mendampingi Anies.
Meskipun begitu, tampak partai berlambang mercy ini tidak cukup puas dengan sikap Anies yang masih bimbang dalam menentukan pendampingnya.
Saling Senggol Internal Koalisi
Hal tersebut memang tidak diakui secara
langsung oleh Partai Demokrat, hal ini senada dengan ucapan Syarifuddin Hasan
selaku anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat yang menyebut bahwa partainya
tidak menjadikan syarat agar ketua umumnya dijadikan sebagai cawapres supaya
Demokrat tetap berada dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Syarif bahkan menyebut bahwa pihak-pihak yang
sering menyentil partainya dan menyebut Demokrat tidak kompak dalam berkoalisi
harus dipertanyakan balik, salah satunya adalah Partai Nasdem.
“Nah, coba ditanya balik, kalau misalnya yang
benar jadi cawapres Anies adalah AHY, nanti Nasdem apakah akan tetap di KPP?”
tegas Syarief saat diwawancarai oleh Kompas.com beberapa hari lalu.
“Kan statement yang banyak muncul sekarang ini seakan-akan Demokrat tidak konsisten dengan komitmennya dalam koalisi jika AHY tidak dipilih Anies (sebagai capres), nah coba sekarang itu dibalik?” lanjutnya.
SBY Nge-Tweet Mimpi Naik Kereta
Isu kemungkinan keluarnya Demokrat dari KPP
kembali mencuat dengan munculnya cuitan Susilo Bambang Yudhoyono di akun twitter-nya.
Presiden Republik Indonesia Ke-6 dan sosok yang sangat sentral di Partai
Demokrat itu menulis pada Senin (19/6) lalu.
Dalam cuitannya, SBY menulis bahwa ia bermimpi
Presiden Jokowi datang ke Cikeas, setelah itu pergi menjemput Megawati
Soekarnoputri di rumahnya untuk berangkat bersama-sama ke Stasiun Gambir.
“Di Gambir, sudah ada Presiden Indonesia Ke-8
yang membelikan untuk kami karcis kereta Gajayana dengan tujuan ke Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Sambil menunggu, kami bersama-sama berempat minum kopi sambil
berbincang-bincang sebentar.”
Tweet itu diakhiri dengan cerita bahwa Jokowi
turun di Solo, SBY naik bus ke Pacitan, dan Megawati melanjutkan perjalanan ke
Blitar untuk ziarah ke makam ayahnya, Bung Karno.
Tweet ini lalu menuai banyak respon dari
berbagai pihak, apalagi sehari sebelumnya, AHY dikabarkan mengadakan pertemuan
dengan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani.
Saat ditanya tentang responnya akan cuitan
ini, Jokowi sendiri hanya menjawab bahwa hal itu adalah sesuatu yang bagus, dan
mimpi untuk bekerja bersama-sama adalah mimpi setiap pemimpin negeri ini.
Penulis_Muhammad Hayyi
Klaim DANA kaget klik disini