Gambar. id.wikipedia.org |
Yang pertama adalah Koalisi Indonesia Raya (KIR) atau sering juga disebut Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang dimotori oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Koalisi ini sudah tampak cukup mesra sejak tahun lalu dimana Ketua
Umum PKB, Muhaimin Iskandar hadir dan menandatangani semacam piagam koalisi
dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto dalam sebuah acara partai
berlambang kepala garuda tersebut/
Selanjutnya adalah Koalisi Indonesia Bersatu
(KIB) yang di dalamnya tergabung Partai Golongan Karya (Golkar), Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), serta Partai Amanat Nasional (PAN).
Yang terakhir adalah Koalisi Perubahan. Koalisi yang diumumkan secara resmi pada 25 Maret lalu ini digawangi oleh Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat.
Koalisi yang didominasi oleh partai oposisi pemerintah seperti PKS
dan Demokrat ini sudah lebih dulu menetapkan Anies Baswedan, mantan Gubernur
DKI Jakarta sebagai calon presiden yang akan berlaga pada Pemilu 2024
mendatang.
Adapun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sendiri selaku pemenang pada edisi pemilu sebelumnya, sampai saat ini belum tampak akan mendekati salah satu dari koalisi-koalisi tadi.
Tentu ini
adalah hal yang cukup wajar, mengingat posisi tawar PDIP sebagai partai politik
terbesar di Indonesia dan perolehan suara yang memungkinkan partai berlambang
kepala banteng itu untuk mengajukan calon presidennya sendiri tanpa koalisi.
Beberapa minggu belakangan, salah satu wacana
yang menguat di antara partai-partai politik, terutama yang tergabung dalam KIR
dan KIB adalah gagasan penggabungan koalisi. Sering disebut sebagai ‘Koalisi
Besar’, gagasan ini semakin lama semakin santer terdengar.
Wacana ini mulai bergulir ketika kelima ketua
umum partai yang tergabung dalam dua koalisi itu mengadakan pertemuan bersama
dengan Presiden Joko Widodo di Kantor DPP PAN beberapa pekan lalu.
Saat ditanya tentang hal ini, Wakil Ketua Umum PPP Asrul Sani menyebut bahwa untuk benar-benar merealisasikan wacana itu, perlu adanya kesamaan pandangan antara KIB dan KIB.
Selain itu, saat ditanya
apakah koalisi besar ini adalah gagasan dari Presiden Jokowi, mengingat
partai-partai yang tergabung dalam kedua koalisi itu adalah partai-partai
koalisi pro pemerintahan, Asrul menyanggah.
“Menurut saya tidak, tidak begitu, yang ada
hanya Pak Presiden mengetahui tentang wacana itu.” ucapnya.
Adapun Said Abdullah, Ketua DPP PDI-P
menyatakan bahwa partainya menyambut baik gagasan koalisi besar yang dijajaki
kedua koalisi itu.
“PDI-P memang dari awal akan kerja sama dan
gotong royong dengan kekuatan yang lainnya, baik itu Golkar, PAN, PPP, PKB,
atau Gerindra, semuanya,” sebutnya. “Kalau koalisi itu ya bebannya semakin
ringan kalau bersama-sama. Setiap periode dan pemimpinnya pasti akan menghadapi
tantangan yang berbeda,” lanjut Ketua Banggar itu.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Jazilul
Fawaid, pria yang merupakan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
itu tampak optimis dengan terwujudnya wawacana Koalisi Besar.
“Rumit. Tiga koalisi ini saja rumit, kalau
nantinya berkoalisi lagi atau menjadi Koalisi Besar itu apakah tidak lebih
rumit lagi? Begitu pikiran kami. Apalagi setiap koalisi yang sudah ada saja
belum mampu menentukan capres-cawapresnya.” ucapnya.
Penulis_Muhammad Hayyi