Gambar. kabar24.bisnis.com |
Ia
adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, yang
ditetapkan sebagai tersangka atas dakwaan kasus korupsi pengadaan infrastruktur
BTS sinyal 4G serta infrastruktur pendukungnya selama tahun anggaran 2020
hingga 2022 di lingkup Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Johnny Gerald Plate berdasarkan kasus yang menimpanya ini diduga merugikan negara hingga 8 triliun rupiah. Jumlah ini ditetapkan berdasarkan bukti-bukti dan penyidikan yang telah dilakukan oleh aparat yang berwenang.
Kerugian tersebut meliputi kegiatan penyusunan berikut
dengan kajian dan penelitian pendukung pengadaan infrastruktur tersebut,
pembayaran BTS serta manipulasi harga yang dilakukan. Selain Plate, 5 orang
lainnya juga ditangkap dalam kasus yang serupa.
Plate lalu dijerat dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku oleh Kejaksaan Agung, dengan lama hukuman 1
hingga 20 tahun penjara.
Johnny G. Plate sendiri menjabat sebagai
Menkominfo pada Kabinet Indonesia Maju bentukan Presiden Joko Widodo sejak 2019
lalu. Ia merupakan salah satu tokoh Partai Nasional Demokrat (Nasdem) pimpinan
Surya Paloh. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Plate masih menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem.
Sebelum penetapannya sebagai tersangka, Johnny
G. Plate pada persidangan kasus yang sama dipanggil sebagai saksi. Pada Rabu
(17/05), Plate tampak keluar dari ruangan pemeriksaan dengan mengenakan rompi
berwarna merah muda, khas tahanan Kejaksaan Agung.
Johnny merupakan menteri kelima Jokowi yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Nama-nama sebelumnya adalah Idrus Marham (eks Menteri Sosial), Imam Nahrawi (eks Menteri Pemuda dan Olahraga), Edhy Prabowo (eks Menteri Kelautan dan Perikanan) serta Juliari Batubara (eks Menteri Sosial).
Isu Panas Jelang Pemilu
Banyak pihak kemudian berspekulasi liar bahwa
penangkapan Plate terkait dengan posisinya sebagai Sekretaris Jenderal Partai
Nasdem. Nasdem sendiri diketahui pada pemilu sebelumnya merupakan bagian dari
koalisi pendukung Joko Widodo. Namun pada pemilu 2024 mendatang, Nasdem
diketahui keluar dari barisan koalisi dan membentuk koalisi bersama
partai-partai oposisi seperti PKS dan Demokrat.
Keluarnya Nasdem dari barisan koalisi Jokowi
ini semakin santer tampak ketika Jokowi mengundang para ketua umum partai
koalisi pemerintah ke istana negara beberapa waktu lalu, pada pertemuan yang
disebut membahas tentang wacana koalisi besar itu, Nasdem disebut tidak
diundang oleh istana.
Isu ini ditepis oleh pihak istana, Ali Mochtar
Ngabalin selaku Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut bahwa kasus ini
merupakan kasus hukum yang murni berkaitan dengan tanggung jawab, tugas dan
jabatan Plate sebagai menteri, sehingga presiden tidak ikut campur dalam hal
ini.
Selain itu, istana juga membantah dengan tegas
isu yang menyebut keterkaitan penangkapan Plate dengan posisi Nasdem yang kini
‘berseberangan’ dengan PDI-P.
“Ini tidak berhubungan dengan politik. Ini
semua murni tentang tindak pidana korupsi. Jangan ada spekulasi liar
macam-macam,” tegas Deputi V KSP, Jaleswari Pramowardhani.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa istana mendorong pemeriksaan lebih lanjut dan mempercayakan prosesnya kepada aparat yang berwenang.
Respon Nasdem dan Anies
Nasdem sendiri segara menunjuk Hermawi Taslim
untuk menggantikan Plate dalam kapasitasnya sebagai sekjen partai itu. Adapun
Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh menyebut bahwa dirinya berharap spekulasi yang
berkembang tidak benar sama sekali.
Paloh juga lebih lanjut menyatakan bahwa
dirinya dan Nasdem berharap pihak berwenang untuk terus melakukan pendalaman
atas kasus ini, sebab kerugian yang disebutkan senilai 8 triliun rupiah tentu
sangat besar jika memang terbukti begitu adanya.
Calon presiden yang didukung oleh Partai
Nasdem, Anies Baswedan menyebut bahwa dirinya ikut prihatin atas penangkapan
Plate sebagai tersangka korupsi. Bagaimanapun ia menyebut bahwa dirinya dan
Nasdem tetap pada prinsip mendukung prosedur hukum yang berlaku.
Penulis_Muhammad Hayyi