Gambar. mediapakuan.pikiran-rakyat.com |
Depok adalah sebuah kota yang masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat. Lokasinya yang berada di antara Bogor dan Jakarta membuat kota ini menjadi tempat asimilasi berbagai kaum dari seluruh Indonesia, terutama berkat Universitas Indonesia yang juga berlokasi di wilayahnya.
Latar belakang, kondisi dan situasi sosial yang beragam dan
heterogen itu semakin menambah keunikan kota yang dijuluki ‘kota belimbing’ ini.
Selain itu, Depok juga mendapat julukan sebagai ‘Kota Petir’, akibat seringnya wilayah ini disambar oleh petir-petir besar yang berbahaya, bahkan sampai sempat tercatat di Guinness World Record sebagai kota dengan petir paling berbahaya di dunia.
Asal-Usul Nama ‘Depok’
Untuk asal-usul kata ‘Depok’ sendiri masih terdapat perbedaan pendapat. Ada yang menyebut bahwa kata ‘Depok’ berasal dari kata ‘padepokan’ yang berarti dangau atau tempat kecil sederhana semacam gazebo untuk beristirahat atau bersemedi mencari kedamaian.
Ada juga yang menyebut bahwa kota ini mendapat namanya sebagai singkatan dari ‘De Eereste Protestantse Organisatie van Krstenen’, yang berarti Jemaat (Perkumpulan) Kristen Protestan Pertama.
Ada juga versi lainnya yang menyebut ‘Depok’ adalah singkatan dari
‘Deze Einheid Predikt Ons Kristus’ yang berarti Persatuan yang Dikhotbahkan
oleh Kristus. Akronim-akronim ini mengindikasikan bahwa kawasan ini dahulu
banyak ditinggali orang-orang Belanda beragama Kristen.
Versi lainnya menyebutkan bahwa kota ini sudah
ada sejak masa Pajajaran pada abad 11-16 M. Namanya berasal dari kata ‘deprok’
yang berarti duduk dengan santai beristirahat.
Apapun itu, yang jelas kini Depok sudah bukan lagi tempat yang cocok untuk duduk santai beristirahat atau ‘ngedeprok’, bersemedi mencari wangsit, apalagi dijadikan sebagai kota jemaat Kristiani.
Merdeka Lebih Dulu Daripada Indonesia
Pada mulanya, kawasan Depok merupakan tanah milik pribadi seorang tuan tanah Belanda bernama Cornelis Chastelein. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda tidak memiliki hak campur tangan atas hal ini.
Chastelein berencana untuk membuat Depok menjadi kawasan pertanian yang
maju, maka ia mendatangkan ratusan budak dari berbagai wilayah seperti Ambon,
Makassar hingga Bali untuk mengelola pertanian di tanah miliknya.
Sebagai seorang Kristen yang taat, tuan tanah
Belanda itu memperlakukan budaknya secara baik, bahkan ia memberikan kepada
mereka pendidikan dan agama Kristen Protestan.
Ketika ia meninggal pada tahun 1714,
Chastelein berwasiat untuk memerdekakan seluruh budaknya dan memberikan kepada
mereka warisan atas lahan, alat-alat bertani hingga peternakan yang ia miliki
di wilayah tersebut.
Sepeninggal tuan mereka, Jarong van Bali ditunjuk sebagai pemimpin agar tidak terjadi kerusuhan dan ketertiban kawasan tersebut tetap terjamin.
Setelah Jarong meninggal, kaum Belanda penghuni Depok
dan para mantan budak itu lalu sepakat untuk membentuk semacam pemerintahan
demokratis dengan seorang presiden yang dipilih oleh rakyat tiga tahun sekali.
Konsep ini lalu disebut sebagai ‘Gemeente Depok’ dan mulai dijalankan sejak
tahun 1913.
Pemerintahan Gemeente Depok yang sekilas rupa sangat mirip dengan sistem republik pada masa modern ini benar-benar menjalankan pemerintahan dengan otonomi yang luas dan hampir tidak dicampuri oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Urusan pemerintahan diatur oleh Dewan
Kota Depok yang dipimpin oleh sang Presiden. Hingga diserahkan kepada Republik
Indonesia oleh presiden terakhir, Johannes Matijs Jonathans pada tahun 1952,
Gemeente Depok pernah dipimpin oleh 4 orang presiden sepanjang hidupnya.
Penulis_Muhammad Hayyi