Gambar. freepik.com |
Diskriminasi gender
merupakan perlakuan yang tidak adil terhadap seseorang berdasarkan jenis
kelaminnya, dan hal ini juga terjadi di dunia pendidikan serta berbagai aspek
kehidupan lainnya.
R. A. Kartini, seorang
pahlawan nasional, telah berjuang untuk memberikan hak yang setara bagi
perempuan. Namun, hingga saat ini, masih terlihat ketidakmerataan dalam
pendidikan yang dihadapi oleh sebagian perempuan di Indonesia.
Menurut Mia Siscawati,
Ketua Program Studi Kajian Gender di Universitas Indonesia, terdapat beberapa
faktor yang menjadi penyebab ketidakmerataan tersebut, seperti faktor ekonomi
dan sosial.
Faktor ekonomi sering
kali memaksa anak untuk berhenti sekolah dan membantu keluarga mencari nafkah.
Sementara itu, dari segi
sosial, masih banyak keluarga yang lebih mendukung pendidikan anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan.
Menurut Mia, salah satu
penyebab kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan adalah
stereotipe bahwa anak perempuan seharusnya tidak bersekolah dan hanya menjadi
istri dan ibu kelak. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan gender dalam dunia
pendidikan.
Mia juga mengatakan bahwa
gender merujuk pada konstruksi sosial yang mengatur bagaimana perempuan dan
laki-laki seharusnya bertindak.
Walaupun perempuan dan
juga laki-laki ada dalam satu institusi pendidikan yang sama, diskriminasi
gender masih sering terjadi baik secara tidak sengaja maupun dengan disengaja.
Keterangan tersebut disampaikan pada Rabu tanggal 3 Mei 2023.
Mia mengidentifikasi tiga
aspek terkait diskriminasi gender dalam dunia pendidikan, yakni individu,
budaya, dan struktur, ketiganya saling terkait.
Salah satu contoh masalah
struktural adalah kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai dan mendukung
perbedaan kebutuhan antara siswa perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan Profil
Sanitasi Sekolah Kemendikbud Ristek tahun 2020, satu dari tiga sekolah tidak
memiliki toilet yang terpisah untuk siswa perempuan dan laki-laki.
Mia mengatakan bahwa
fasilitas jamban atau toilet yang terpisah sangatlah penting bagi anak
perempuan. Di beberapa daerah, anak perempuan memilih untuk tidak bersekolah
selama tiga hari pertama menstruasi mereka karena merasa sangat tidak nyaman
berada di sekolah.
Selain itu, dalam aspek
budaya, masyarakat tanpa disadari sering mengabaikan anak perempuan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ketika ada kegiatan fisik yang berat,
anak perempuan sering dianggap lemah dan tidak mampu.
Selain itu, dalam
pemilihan pemimpin atau ketua, laki-laki cenderung diutamakan dibandingkan
perempuan. Hal ini menjadi masalah struktural dan kultural yang menjadi bagian
dari pola pikir individu.
Mia memandang penting
untuk menyelesaikan masalah diskriminasi gender di dunia pendidikan, karena hal
tersebut merupakan faktor penting dalam mencapai kemajuan bangsa.
Agar tidak terjadi
diskriminasi, diperlukan kolaborasi dan kesadaran dari setiap orang, baik dari
segi budaya maupun struktur.
Setiap orang harus
memperhatikan lingkungan mereka dan perubahan budaya diperlukan untuk membentuk
keyakinan bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
Hal ini dapat dicapai
dengan melakukan perubahan struktural, seperti menciptakan kondisi dan
fasilitas sekolah yang aman dan nyaman.
Dengan demikian, jika
kesetaraan gender dalam mendapatkan akses pendidikan dapat terwujud, maka
Indonesia dapat memiliki sumber daya manusia yang berkembang dan maju.
Sebagaimana disampaikan
oleh sumber yang sama, untuk mencapai hal tersebut, setiap individu harus ikut
berperan serta.
Sebagai warga negara, kita
dapat mendukung dengan cara memastikan anak-anak tetap bersekolah. Selain itu,
perubahan budaya dan pola pikir juga perlu dilakukan agar individu dapat
memiliki cara berpikir yang lebih maju.
Penulis – Nabila Dwi
Ariati
Klaim DANA kaget klik disini