Wajib Tahu! Ini Sejarah 7 Macam Nada Qiraat / Tilawah Al-Qur’an

Wajib Tahu! Ini Sejarah 7 Macam Nada Qiraat / Tilawah Al-Qur’an
Gambar. konsultasisyariah.com
HIRANKA.COM - Sebagai seorang muslim, dalam membaca dan melantunkan kitab suci Al-Qur’an wajib hukumnya untuk memperhatikan hukum-hukum tajwid yang berlaku.

Banyak orang salah kaprah pada zaman sekarang, dimana mereka mendahulukan irama atau seni nada dalam membaca Al-Qur’an daripada tajwid yang hukumnya fardhu ‘ain. Fardhu ‘ain merupakan hukum syariah yang berarti sesuatu itu harus dilakukan oleh setiap individu muslim yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.

Wajib Tahu! Ini Sejarah 7 Macam Nada Qiraat / Tilawah Al-Qur’an

Adapun membaca Al-Qur’an menggunakan nada, irama atau dapat juga disebut nagham hukumnya tidaklah wajib, meskipun ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa hal ini sunnah berdasarkan beberapa hadits Nabi yang salah satunya adalah:

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ

“Hiasilah Al-Qur’an dengan suara-suara kalian” (HR Abu Dawud)

Keberadaan  ilmu nagham atau irama membaca Al-Qur’an ini juga merupakan hasil dari relasi ummat muslimin sebagai manusia yang memiliki jiwa budaya, seni, cipta dan rasa dengan ayat-ayat suci tersebut. 

Hingga kemudian terwujudlah dorongan untuk membaca ayat-ayat suci dengan nada-nada yang merupakan ekspresi seni dari manusia itu sendiri.

Teori Kemunculan Nagham-Nagham Qiraat / Tilawah

Ada setidaknya dua teori tentang asal usul dari nagham-nagham tilawah yang kita kenal sekarang ini.

Ibnu Manzur menyebut bahwa teori pertama adalah, nada-nada ini berasal dari nada nyanyian dari nenek moyang dan leluhur bangsa Arab. 

Teori kedua adalah, nada-nada ini lahir dari pengembangan para budak-budak kafir yang menjadi tawanan dalam perang.

Kedua teori ini, dengan mengesampingkan tentang teori mana yang kira-kira benar, menunjukkan bahwa nagham-nagham ini berasal dari khazanah kebudayaan Arab.

Akan tetapi, pertanyaan yang muncul kemudian adalah, jika memang berasal dari nyanyian, kemudian siapakah kiranya yang memulai pertama kali menggunakannya untuk melagukan Al-Qur’an? 

Di sini kemudian muncullah pandangan bahwa nagham-nagham ini memang sudah ada pada masa-masa awal Islam dan kemudian diwariskan dan ditransmisikan turun-temurun melalui sistem sima’i dan talaqqi dari guru kepada muridnya hingga zaman kita sekarang ini.

Masuknya Nagham-Nagham Tilawah ke Indonesia

Masuknya nada-nada melantunkan ayat-ayat suci ini ke Indonesia dapat dilacak kembali sejak awal abad ke-20. Pada masa ini banyak ulama-ulama Nusantara yang baru saja pulang dari tanah suci dan kemudian menyebarkan ilmu yang mereka dapatkan, termasuk pula ilmu nagham. 

Pada masa ini, yang lebih disukai adalah lagu-lagu Makkawi yang berasal dari Makkah, sebab naghamnya yang relatif datar dan sederhana.

Kemudian setelah itu memasuki tahun 50-an, seiring dengan populernya qori’-qori’ asal Mesir di dunia tilawah, seperti Syaikh Abdul Basith, Syaikh Mushtofa Ismail, dan lain sebagainya, lagu-lagu Mishri (berasal dari Mesir) kemudian mulai digemari oleh qori’-qori’ tanah air sebab bentuknya yang lebih merdu, kompleks, dan dinamis.

Hingga kini, pengaruh lagu-lagu Mishri sangat kuat dan dominan dalam variasi-variasi para qori’ tanah air, bahkan beberapa di antaranya memasukkan unsur-unsur nada lokal sebagai penambah variasi.

Adapun nagham-nagham yang umumnya digunakan ada 7, yaitu:

Bayyati

Lagu ini biasanya digunakan pada permulaan tilawah, umumnya dimulai dengan yang terendah, yaitu Bayati Qoror.

Shaba

Lagu ini memiliki karakteristik yang cenderung melankolis dan dinamis.

Hijaz

Terdiri dari hijaz ashli, kard, kard-kurd, dan hijaz kurd.

Nahawand

Lagu ini berkarakter sedih dan mendayu.

Sikah

Terdiri dari sikkah ashli, ramal, misri, dan turki.

Rast

Jiharkah, biasa juga disebut nagham ‘ajam.



Penulis - Muhammad Hayyi