Ketahuilah Gaji Guru di Indonesia dan Berbagai Problematikanya

Masih sangat banyak guru, terutama guru honorer, yang hidup dalam kondisi menyedihkan sebab tidak mendapat penghidupan yang layak

HIRANKA.COM - Guru adalah salah satu profesi yang mulia. Jika kemajuan suatu negara bergantung pada pendidikan, maka tak pelak guru menjadi garda terdepan penjaga mutu pendidikan. Maka kesejahteraan guru tentu bukanlah hal yang sepel. Dengan beban sangat berat yang dipikulnya, guru seharusnya memiliki penghidupan yang layak hingga dapat lebih optimal dalam menjalani profesinya.

Di Indonesia, gaji guru sudah menjadi polemik yang berlarut-larut. Masih sangat banyak guru, terutama guru honorer, yang hidup dalam kondisi menyedihkan sebab tidak mendapat penghidupan yang layak. 

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) bahkan mencatat, 42% dari masyarakat yang jatuh dalam perangkap pinjaman online adalah mereka yang berprofesi sebagai guru honorer. 

Tak lain dan tak bukan penyebabnya adalah kesejahteraan guru yang kurang diperhatikan. Padahal sampai tahun 2024, diperkirakan Indonesia masih kekurangan 1,1 juta guru.

Gaji Guru di Indonesia dan Berbagai Problematikanya

Belakangan ini, pemerintah mencoba memperbaiki kondisi ini dengan merekrut 1 juta guru dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Aturan tentang gaji dan tunjangan untuk guru PPPK ini tertuang dalam Perpres No. 98 tahun 2020. Pada tahun 2023, pemerintah menargetkan untuk merekrut 300.000 PPPK guru.

Terlepas dari berhasil atau tidaknya terobosan yang diusahakan oleh pemerintah. Mari kita dalami sejenak perbandingan gaji guru di Indonesia dengan guru di negara-negara lain.

Berdasarkan rilis businesinsider.com di tahun 2019, Luxembourg menjadi negara dengan gaji guru tertinggi di dunia, yaitu $70.000 pertahun untuk guru SD tanpa pengalaman kerja. Berarti setiap bulannya, guru SD di Luxembourg pada awal-awal masa baktinya mendapatkan sekitar Rp. 90 juta setiap bulannya. Seiring berjalannya waktu, guru SD di sana dapat mendapatkan gaji maksimum $124.000 per tahun atau setara dengan Rp.160 juta per bulan.

Albania menjadi negara dengan gaji guru paling rendah di seluruh Eropa. Gaji awal guru SD baru tanpa pengalaman di negara Balkan ini hanya berkisar sekitar $4.233 per tahun atau setara dengan kurang lebih Rp.5,5 juta perbulan, setara dengan gaji guru SD PNS golongan IIIA-IIIB.

Fakta lain yang ditemukan adalah, bahwa di banyak negara termasuk Indonesia, semakin tinggi tingkat sekolah dimana guru itu mengajar, maka semakin tinggi pula gaji yang didapatkan. Selain di Indonesia, di Belgia, Finlandia dan Denmark guru yang mengajar di tingkat pendidikan tinggi mendapat penghasilan 25% lebih tinggi dibanding dengan mereka yang mengajar di tingkat rendah meskipun dengan pengalaman kerja (lama masa mengajar) sama.

ilustrasi guru di Indonesia, sumber: freepik.com
Jika ditilik dari rasionya dibanding dengan GDP per kapita, Indonesia masih cukup baik dibanding beberapa negara lain. Gaji guru di Indonesia mencapai 99% GDP per kapita, ini berarti sebenarnya gaji guru masih lebih rendah dibandingkan pendapatan rata-rata penduduk di Indonesia. 

Sebagai perbandingan, negara seperti Singapura memiliki perbandingan 79%, di Perancis angka ini hanya menyentuh 85%. Negeri tetangga, Thailand berhasil mencatatkan angka 165%, yang berarti gaji guru di negara tersebut 65% lebih tinggi dari pendapatan rata-rata penduduk lainnya.

Di luar statistik dan sajian data di atas, sebenarnya permasalahan gaji guru di Indonesia lebih rumit. Sebab gaji guru honorer, relawan atau sukarela tidak termasuk di dalamnya. 

Beberapa waktu lalu sempat viral di berbagai platform media sosial gambar slip gaji seorang guru honorer yang hanya mendapatkan gaji bulanan sejumlah Rp.35.000, padahal tertulis bahwa guru tersebut sudah bergelar sarjana (S1). Viralnya gambar slip gaji itu kemudian menyebabkan banyak guru honorer ikut serta ‘buka-bukaan’ tentang kondisi mereka. Di sebuah SMP Negeri di Jakarta sekalipun, ada seorang guru yang hanya digaji Rp.200.000 setiap bulan.

Kesejahteraan guru memang masih menjadi PR besar untuk bangsa ini. Tidak hanya soal jumlah dan nominal. Sebab tentu banyak juga guru yang ikhlas mengabdikan ilmunya meski dengan gaji tidak seberapa. 

Akan tetapi, banyaknya masalah kesejahteraan guru yang timbul seakan-akan menjadi tanda bahwa bangsa ini belum mampu menghargai profesi guru, yang notabene menjadi sinyalemen bahwa kita masih acuh tak acuh tentang pendidikan, media utama untuk menyongsong dan membangun masa depan.


penulis - Muhammad Hayyi