Basilica Cistern, Keajaiban Bawah Tanah di Istanbul

HIRANKA.COM - Pada Tahun 1545, Petrus Gyllius, seorang petualang asal Belanda tengah meneliti reruntuhan bekas-bekas kejayaan Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur) di bekas ibukotanya, Konstantinopel, atau yang sekarang disebut sebagai Istanbul. Yang menarik rasa ingin tahunya adalah, suatu ketika pernah diberitahu bahwa penduduk Istanbul pada sebuah masa biasa mengambil air dari sumur-sumur tua, bahkan mendapatkan beberapa ekor ikan yang ikut terperangkap di dalam ember.

Ia memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah sumur yang tersembunyi di belakang sebuah gedung yang baru dibangun. Lalu berakhir terperangah dengan apa yang berhasil ia temukan. Sebuah ruangan besar dengan barisan ratusan tiang batu di bawah tanah. Lantainya yang berair saat itu mengeluarkan bau tidak sedap sebab penuh dengan sampah, kotoran, bahkan jasad mayat manusia.

Basilica Cistern, Keajaiban Bawah Tanah di Istanbul

Ruangan bawah tanah luas itu dikenal dengan nama Basilica Cistern, atau Yerebatan Sarnici dalam Bahasa Turki. Cistern berarti bangunan penampung air yang biasanya dibangun di bawah tanah. Basilica Cistern yang ditemukan sekarang ini dibangun ulang pada masa Justinianus I (527-565 M), seorang kaisar Bizantium. Ini berarti bangunan bersejarah ini sudah berumur hampir 1500 tahun.

Sumber Air Ibukota Romawi Timur

Saat memutuskan untuk membangun kota baru impiannya demi menyaingi Roma, Kaisar Konstantin membangun berbagai proyek ambisius dan megah. Setelah membangun istananya, ia menghiasi kota dengan gereja Hagia Sophia, gereja Hagia Irene, tempat kontes balapan kuda, juga Forum tempat dilaksanakannya acara-acara besar.

Akan tetapi, kota metropolitan ini memiliki satu kekurangan: air bersih. Sebab di Konstantinopel, tidak ada sumber air bersih yang tersedia dalam jumlah besar. Kekaisaran harus menyalurkan air bersih dari sumber-sumber air yang terletak jauh di luar kota.

Khawatir akan masalah keringnya sumber air pada masa tertentu dan kurangnya pasokan air bersih jika sewaktu-waktu kota dikepung, para kaisar lalu membangun beberapa cistern atau perigi bawah tanah untuk menampung air dalam jumlah besar.

Selain Basilica Cistern, terdapat pula penampungan air lain seperti Philoxenus Cistern, Theodosius Cistern, Nakilbent Cistern, dan ratusan penampungan lainnya yang dibangun pada masa kota itu masih bernama Konstantinopel. Pada masanya, Basilica Cistern dapat menampung sekira 100.000 ton air bersih.

Arsitektur Khas Bizantium

Basilica Cistern dibangun sepanjang 140 m dan selebar 70 m dan membentuk persegi panjang. Waduk bawah tanah ini menyangga tanah di atasnya dengan 336 tiang, yang setiap tiangnya memiliki tinggi 9 m.  Tiang tiang ini berbentuk lingkaran dengan pondasi persegi. Yang lebih menarik, beberapa dasar tiang bahkan dihiasi ukiran kepala Medusa, makhluk mitologi Yunani dengan wujud wanita cantik berambut ular, konon siapa saja yang menatap matanya akan dikutuk menjadi batu. Lantainya terbuat dari bata yang diplester dengan lapisan mortar tebal untuk membuatnya kedap air. Lantai ini hingga sekarang masih tergenang air dan menjadi rumah untuk ikan-ikan karper.

Beberapa tiang-tiang yang ada mencerminkan gaya Dorian dan Corinthian, yang menunjukkan pengaruh elemen budaya Yunani Kuno. Bagian atas setiap tiang dihubungkan satu sama lain dengan lengkungan-lengkungan khas Bizantium. Dengan semua ini, total luas Basilica Cistern adalah 9.800 m2.

Renovasi Berkali-kali

Saat pertama kali dibangun, ruangan seluas dua lapangan bola ini dimaksudkan untuk tempat pertemuan dan juga dapat difungsikan sebagai pusat kesenian. Setelah difungsikan sebagai tempat penampungan air, Cistern ini lalu menyuplai pasokan air bersih untuk istana kaisar dan bangunan-bangunan sekitarnya.

Meskipun masyhur di dunia barat setelah Gyllius menuliskan tentang penemuannya atas reruntuhan Cistern ini, tetapi renovasi pasca-penemuan pertama kali baru dilakukan pada 1723 pada masa Sultan Ahmed III, yang memerintahkan arsitek Mehmet Agha. Renovasi selanjutnya baru dilakukan setelah hampir 200 tahun yaitu pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II.

Setelah pembentukan Republik Turki, pemerintah Kota Istanbul kembali melakukan renovasi pada tahun 1987, dan membuka Basilica Cistern untuk tujuan turistik dan wisata. Renovasi lainnya dilakukan pada tahun 1994.


penulis - Lalu Muhammad  Hayyi