Covid-19 Belum Usai, China Hadapi Lonjakan Kasus Baru


HIRANKA.COM - Beberapa negara mulai melonggarkan aturan pembatasan sosial menyambut menurunnya angka kasus COVID-19. Salah satunya adalah Indonesia, yang rencananya pada akhir tahun ini akan menghentikan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), berdasarkan pernyataan Presiden RI, Joko Widodo pada Rabu lalu.

Namun bertolakbelakang dengan tren menurunnya kasus COVID-19, negara China malah menghadapi hal sebaliknya. Negeri Tirai Bambu ini dilaporkan mengalami lonjakan kasus penularan sejak dilonggarkannya peraturan pembatasan mobilitas.

Negeri yang merupakan asal penyebaran virus COVID-19 ini sebelumnya menerapkan Zero Covid Policy selama tiga tahun. Aturan ini lalu dicabut akibat protes yang terjadi dimana-mana. Tapi kemudian beberapa hari belakangan malah menyebabkan lonjakan tinggi kasus penularan.

Meskipun begitu, pemerintah China nampaknya berusaha untuk meredam kekhawatiran dunia internasional atas lonjakan kasus ini. Pada 21 Desember 2022, tercatat 5.944 kasus telah ditemukan. Padahal menurut banyak pihak, jumlah sebenarnya jauh lebih banyak dari angka tersebut.

Menghadapi tahun baru masehi dan imlek yang sebentar lagi datang, tentu hal ini merupakan tantangan yang berat. Reuters melaporkan bahwa wilayah pedesaan China tengah berjibaku untuk menyiapkan pekerja dan fasilitas medis, demi mengantisipasi lonjakan kasus yang lebih menakutkan beberapa minggu mendatang. Sebab biasanya pada libur Tahun Baru Imlek yang akan dimulai pada 22 Januari mendatang, jutaan pekerja akan pulang ke desa masing-masing.

Merespon laporan ini, beberapa negara seperti Taiwan, Italia, dan AS, mewajibkan tes COVID-19 ataupun karantina terhadap pelancong dari China. Diperkirakan jumlah pelancong asal China akan meningkat pesat, sebab ini adalah pertama kali semenjak beberapa tahun aturan pembatasan mereka diperbolehkan untuk bepergian ke luar negeri. India bahkan kembali mewajibkan penduduknya menggunakan masker, mengingat negara mereka bertetangga dengan China.

Inggris menyatakan belum mempertimbangkan apapun atas hal ini. Adapun Australia dan Filipina terus memantau situasi dan perkembangan COVID-19 di negeri yang dipimpin Xi Jinping itu.

Pemerintah China sendiri merespon kritik atas peristiwa ini, dan menyatakan bahwa ledakan kasus mungkin terjadi, dan mutasi virus menyebabkannya lebih mudah menular, tapi tidak terlalu parah.