Namun bertolakbelakang dengan tren menurunnya kasus
COVID-19, negara China malah menghadapi hal sebaliknya. Negeri Tirai Bambu ini
dilaporkan mengalami lonjakan kasus penularan sejak dilonggarkannya peraturan
pembatasan mobilitas.
Negeri yang merupakan asal penyebaran virus COVID-19
ini sebelumnya menerapkan Zero Covid Policy selama tiga tahun. Aturan ini lalu
dicabut akibat protes yang terjadi dimana-mana. Tapi kemudian beberapa hari
belakangan malah menyebabkan lonjakan tinggi kasus penularan.
Meskipun begitu, pemerintah China nampaknya berusaha
untuk meredam kekhawatiran dunia internasional atas lonjakan kasus ini. Pada 21
Desember 2022, tercatat 5.944 kasus telah ditemukan. Padahal menurut banyak
pihak, jumlah sebenarnya jauh lebih banyak dari angka tersebut.
Menghadapi tahun baru masehi dan imlek yang sebentar
lagi datang, tentu hal ini merupakan tantangan yang berat. Reuters melaporkan
bahwa wilayah pedesaan China tengah berjibaku untuk menyiapkan pekerja dan
fasilitas medis, demi mengantisipasi lonjakan kasus yang lebih menakutkan
beberapa minggu mendatang. Sebab biasanya pada libur Tahun Baru Imlek yang akan
dimulai pada 22 Januari mendatang, jutaan pekerja akan pulang ke desa
masing-masing.
Merespon laporan ini, beberapa negara seperti Taiwan,
Italia, dan AS, mewajibkan tes COVID-19 ataupun karantina terhadap pelancong
dari China. Diperkirakan jumlah pelancong asal China akan meningkat pesat,
sebab ini adalah pertama kali semenjak beberapa tahun aturan pembatasan mereka
diperbolehkan untuk bepergian ke luar negeri. India bahkan kembali mewajibkan
penduduknya menggunakan masker, mengingat negara mereka bertetangga dengan China.
Inggris menyatakan belum mempertimbangkan apapun atas
hal ini. Adapun Australia dan Filipina terus memantau situasi dan perkembangan
COVID-19 di negeri yang dipimpin Xi Jinping itu.
Pemerintah China sendiri merespon kritik atas
peristiwa ini, dan menyatakan bahwa ledakan kasus mungkin terjadi, dan mutasi
virus menyebabkannya lebih mudah menular, tapi tidak terlalu parah.